Oleh: Tim Kajian Advokasi dan Pengamat Publik Yayasan Konsorsium LSM Jepara
Jepara , - Sebuah dokumen yang berjudul Berita Acara Klarifikasi telah beredar menyusul keluarnya surat dari Kepala BPKAD Kabupaten Jepara Nomor 030/6782 tanggal 25 Juni 2025. Dokumen tersebut berkaitan dengan status tanah pribadi milik Parno (berdasarkan Sertifikat Hak Milik Nomor 2740 Tahun 2004) yang selama lima tahun terakhir disewakan kepada pihak ketiga.
Namun yang menjadi sorotan adalah substansi, wewenang, dan dampak sosial dari berita acara tersebut, yang disusun tanpa melibatkan penyewa secara langsung. Tulisan ini hendak memberikan pemahaman utuh dari sisi hukum (yuridis) dan struktur sosial masyarakat (sosiologis) terhadap apa yang sesungguhnya sedang terjadi.
*A. Analisis Yuridis*
*1. Status Tanah Berdasarkan Sertifikat*
Tanah dimaksud adalah milik pribadi dengan status Sertifikat Hak Milik (SHM). Secara hukum, BPKAD tidak memiliki kewenangan untuk membuat klarifikasi atas objek hukum di luar daftar aset daerah. BPKAD hanya berwenang mengelola aset milik negara atau daerah, bukan hak milik perorangan.
Artinya, dokumen berita acara yang diterbitkan tidak memiliki kekuatan hukum formal, kecuali sekadar catatan internal atau sebagai hasil mediasi sukarela.
*2. Legalitas Perjanjian Sewa*
Tercatat adanya perjanjian sewa menyewa yang sah antara pemilik dan penyewa untuk jangka waktu 5 tahun (25 Juni 2020 – 25 Juni 2025). Maka secara hukum:
- Penyewa berhak menempati lahan hingga kontrak berakhir.
- Jika kontrak tidak diperpanjang secara tertulis, maka penyewa wajib keluar sesuai tanggal berakhirnya.
- Namun, pembatalan atau pengosongan sepihak tanpa prosedur hukum tetap melanggar asas kepastian hukum.
*3. Kekuatan Hukum Berita Acara*
Berita acara tersebut tidak sah secara yuridis karena:
- Tidak ditandatangani oleh penyewa sebagai pihak yang berkepentingan langsung.
- Tidak melibatkan instansi yang berwenang atas status hukum tanah (seperti BPN).
- Tidak mencerminkan kesepakatan, hanya keterangan sepihak dari pemilik dan diakomodasi oleh BPKAD.
*B. Pandangan Sosiologis*
*1. Kesenjangan Kekuasaan Informal*
Dalam konteks sosial masyarakat lokal, kehadiran BPKAD dalam dokumen resmi sering dianggap sebagai bentuk "pembenaran negara", meskipun secara hukum BPKAD tak berwenang mengatur tanah pribadi. Ini menimbulkan tekanan sosial bagi penyewa untuk patuh, walau belum tentu sah menurut hukum.
*2. Ketimpangan Relasi Sosial*
Ketika penyewa tidak berasal dari lingkaran sosial pemilik, atau bahkan dianggap “orang luar”, maka risiko dikucilkan secara sosial bisa muncul. Dokumen sepihak ini, tanpa suara penyewa, menjadi alat untuk mengukuhkan relasi kuasa.
*3. Dampak Sosial*
Berita acara semacam ini berpotensi memicu konflik horizontal, menciptakan ketegangan antara warga bahkan terjadi int8midasi , dan merusak kepercayaan pada mekanisme penyelesaian sengketa secara adil. Hal ini menurunkan kualitas harmoni sosial di tingkat lokal.
*C. Implikasi Hukum dan Disiplin*
*1. Melampaui Wewenang (Ultra Vires)*
Mengacu pada Pasal 18 Ayat (3) UU No. 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan, tindakan pejabat yang melampaui kewenangannya batal demi hukum. Artinya, berita acara ini dapat ditolak secara sah, bahkan diminta untuk dicabut.
*2. Pelanggaran Prinsip Tata Kelola Pemerintahan*
Jika BPKAD membuat keputusan administratif tanpa dasar hukum yang sah dan tanpa melibatkan semua pihak, maka melanggar asas pemerintahan yang baik:
- Asas kecermatan
- Asas tidak berpihak
- Asas kepastian hukum
Dugaan ini dapat dilaporkan ke Ombudsman RI sebagai bentuk maladministrasi.
*3. Disiplin ASN*
Jika pejabat BPKAD adalah ASN, maka ia dapat dikenai sanksi administratif sesuai PP No. 94 Tahun 2021 tentang Disiplin PNS, mulai dari teguran tertulis hingga penundaan kenaikan pangkat, tergantung tingkat kesalahannya.
*Rekomendasi Tindak Lanjut*
- Penyewa perlu membuat surat sanggahan resmi, menegaskan bahwa mereka memiliki hak hukum berdasarkan perjanjian sewa yang sah.
- Mediasi netral harus dilakukan dengan menghadirkan semua pihak (pemilik, penyewa, perangkat desa, dan jika perlu BPN).
- Jika penyewa dirugikan secara hukum, bisa menempuh gugatan wanprestasi atau mengajukan permohonan perlindungan hukum kepada lembaga bantuan hukum.
*Kesimpulan*
Berita acara klarifikasi yang diterbitkan BPKAD dalam perkara tanah pribadi tidak memiliki kekuatan hukum yang sah, terutama karena:
- Diluar kewenangan instansi,
- Tidak partisipatif (tidak melibatkan penyewa),
- Potensial menciptakan tekanan dan konflik sosial di tingkat lokal.
Perlu dikedepankan pendekatan hukum yang adil dan musyawarah sosial yang setara untuk menyelesaikan masalah seperti ini. Kelembagaan publik semestinya berpihak pada kebenaran hukum dan keadilan sosial, bukan memperkuat kekuasaan sepihak dalam bentuk administrasi yang menekan.
Jepara, 1 Juli 2025
Tim Kajian Advokasi & Pengamat Publik
Yayasan Konsorsium LSM Jepara
Oleh: Tim Kajian Advokasi dan Pengamat Publik Yayasan Konsorsium LSM Jepara
Jepara , - Sebuah dokumen yang berjudul Berita Acara Klarifikasi telah beredar menyusul keluarnya surat dari Kepala BPKAD Kabupaten Jepara Nomor 030/6782 tanggal 25 Juni 2025. Dokumen tersebut berkaitan dengan status tanah pribadi milik Parno (berdasarkan Sertifikat Hak Milik Nomor 2740 Tahun 2004) yang selama lima tahun terakhir disewakan kepada pihak ketiga.
Namun yang menjadi sorotan adalah substansi, wewenang, dan dampak sosial dari berita acara tersebut, yang disusun tanpa melibatkan penyewa secara langsung. Tulisan ini hendak memberikan pemahaman utuh dari sisi hukum (yuridis) dan struktur sosial masyarakat (sosiologis) terhadap apa yang sesungguhnya sedang terjadi.
*A. Analisis Yuridis*
*1. Status Tanah Berdasarkan Sertifikat*
Tanah dimaksud adalah milik pribadi dengan status Sertifikat Hak Milik (SHM). Secara hukum, BPKAD tidak memiliki kewenangan untuk membuat klarifikasi atas objek hukum di luar daftar aset daerah. BPKAD hanya berwenang mengelola aset milik negara atau daerah, bukan hak milik perorangan.
Artinya, dokumen berita acara yang diterbitkan tidak memiliki kekuatan hukum formal, kecuali sekadar catatan internal atau sebagai hasil mediasi sukarela.
*2. Legalitas Perjanjian Sewa*
Tercatat adanya perjanjian sewa menyewa yang sah antara pemilik dan penyewa untuk jangka waktu 5 tahun (25 Juni 2020 – 25 Juni 2025). Maka secara hukum:
- Penyewa berhak menempati lahan hingga kontrak berakhir.
- Jika kontrak tidak diperpanjang secara tertulis, maka penyewa wajib keluar sesuai tanggal berakhirnya.
- Namun, pembatalan atau pengosongan sepihak tanpa prosedur hukum tetap melanggar asas kepastian hukum.
*3. Kekuatan Hukum Berita Acara*
Berita acara tersebut tidak sah secara yuridis karena:
- Tidak ditandatangani oleh penyewa sebagai pihak yang berkepentingan langsung.
- Tidak melibatkan instansi yang berwenang atas status hukum tanah (seperti BPN).
- Tidak mencerminkan kesepakatan, hanya keterangan sepihak dari pemilik dan diakomodasi oleh BPKAD.
*B. Pandangan Sosiologis*
*1. Kesenjangan Kekuasaan Informal*
Dalam konteks sosial masyarakat lokal, kehadiran BPKAD dalam dokumen resmi sering dianggap sebagai bentuk "pembenaran negara", meskipun secara hukum BPKAD tak berwenang mengatur tanah pribadi. Ini menimbulkan tekanan sosial bagi penyewa untuk patuh, walau belum tentu sah menurut hukum.
*2. Ketimpangan Relasi Sosial*
Ketika penyewa tidak berasal dari lingkaran sosial pemilik, atau bahkan dianggap “orang luar”, maka risiko dikucilkan secara sosial bisa muncul. Dokumen sepihak ini, tanpa suara penyewa, menjadi alat untuk mengukuhkan relasi kuasa.
*3. Dampak Sosial*
Berita acara semacam ini berpotensi memicu konflik horizontal, menciptakan ketegangan antara warga bahkan terjadi int8midasi , dan merusak kepercayaan pada mekanisme penyelesaian sengketa secara adil. Hal ini menurunkan kualitas harmoni sosial di tingkat lokal.
*C. Implikasi Hukum dan Disiplin*
*1. Melampaui Wewenang (Ultra Vires)*
Mengacu pada Pasal 18 Ayat (3) UU No. 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan, tindakan pejabat yang melampaui kewenangannya batal demi hukum. Artinya, berita acara ini dapat ditolak secara sah, bahkan diminta untuk dicabut.
*2. Pelanggaran Prinsip Tata Kelola Pemerintahan*
Jika BPKAD membuat keputusan administratif tanpa dasar hukum yang sah dan tanpa melibatkan semua pihak, maka melanggar asas pemerintahan yang baik:
- Asas kecermatan
- Asas tidak berpihak
- Asas kepastian hukum
Dugaan ini dapat dilaporkan ke Ombudsman RI sebagai bentuk maladministrasi.
*3. Disiplin ASN*
Jika pejabat BPKAD adalah ASN, maka ia dapat dikenai sanksi administratif sesuai PP No. 94 Tahun 2021 tentang Disiplin PNS, mulai dari teguran tertulis hingga penundaan kenaikan pangkat, tergantung tingkat kesalahannya.
*Rekomendasi Tindak Lanjut*
- Penyewa perlu membuat surat sanggahan resmi, menegaskan bahwa mereka memiliki hak hukum berdasarkan perjanjian sewa yang sah.
- Mediasi netral harus dilakukan dengan menghadirkan semua pihak (pemilik, penyewa, perangkat desa, dan jika perlu BPN).
- Jika penyewa dirugikan secara hukum, bisa menempuh gugatan wanprestasi atau mengajukan permohonan perlindungan hukum kepada lembaga bantuan hukum.
*Kesimpulan*
Berita acara klarifikasi yang diterbitkan BPKAD dalam perkara tanah pribadi tidak memiliki kekuatan hukum yang sah, terutama karena:
- Diluar kewenangan instansi,
- Tidak partisipatif (tidak melibatkan penyewa),
- Potensial menciptakan tekanan dan konflik sosial di tingkat lokal.
Perlu dikedepankan pendekatan hukum yang adil dan musyawarah sosial yang setara untuk menyelesaikan masalah seperti ini. Kelembagaan publik semestinya berpihak pada kebenaran hukum dan keadilan sosial, bukan memperkuat kekuasaan sepihak dalam bentuk administrasi yang menekan.
Jepara, 1 Juli 2025
Tim Kajian Advokasi & Pengamat Publik
Yayasan Konsorsium LSM Jepara
Hasuma