Notification

×

Kategori Berita

Cari Berita

Iklan

Iklan

Indeks Berita

Tag Terpopuler

Mediasi Sengketa Tanah Sikembu: UMKM, Aturan, dan Jalan Damai

Sabtu, 19 Juli 2025 | Juli 19, 2025 WIB Last Updated 2025-07-20T05:32:46Z




Jepara ,– Gendis Cafe, sebuah destinasi wisata kuliner yang berada di kawasan Pantai Sikembu, Desa Mulyoharjo, Kabupaten Jepara, menjalani proses mediasi terkait sengketa batas tanah yang ditempati. Mediasi digelar di Balai Desa Mulyoharjo pada Sabtu (19/7/2025) pagi dan dihadiri langsung oleh pemilik usaha serta unsur aparat dan tokoh masyarakat setempat.
Dalam pertemuan tersebut, pemilik Gendis Cafe, Khotib atau yang akrab disapa Mas Malik, datang didampingi oleh penasihat hukumnya, Dr. Djoko Tjahyo Purnomo, A.Pi., S.H., M.M., M.H., Advokat Fajar, serta Deni Pelong. Hadir pula aparat Bhabinkamtibmas Bripka Ahmad Kusen dan Babinsa Serda Suhartono.
Meski Kepala Desa Mulyoharjo, Jupriyono, berhalangan hadir karena menghadiri acara launching koperasi desa di Klaten, mediasi tetap berlangsung dengan suasana tertib dan terbuka.

Pemilik Cafe Tunjukkan Itikad Baik

Dalam mediasi tersebut, Khotib menyatakan kesediaannya untuk membongkar bangunan joglo yang berada di area yang disengketakan. Pembongkaran dilakukan sebagai bentuk itikad baik dan kesediaan menyelesaikan masalah secara damai.
“Langkah ini sebagai wujud komitmen kami agar permasalahan tidak berkepanjangan,” ujar Khotib di sela-sela pertemuan.
Pembongkaran dilakukan sesuai batas tanah yang diminta oleh pihak pengklaim dan disaksikan langsung oleh Ketua RT 5 RW 4 Ngarsani, aparat keamanan desa, serta beberapa saksi lainnya.
Menurut Advokat Fajar, hasil pengukuran menggunakan citra satelit menunjukkan bahwa luas tanah yang dimiliki pemilik sertifikat hanya sekitar 2.199 meter persegi dan tidak mencakup bangunan joglo Gendis Cafe.
“Secara hukum, bangunan tersebut tidak berada di atas tanah bersertifikat yang disengketakan,” katanya.

Status Tanah Diduga Tanah Negara

Ketua Dewan Pembina Konsorsium LSM Jepara, Dr. Djoko Tjahyo Purnomo, turut menyoroti bahwa tanah yang disewakan kepada Khotib justru diduga termasuk dalam wilayah sempadan pantai yang masuk kategori tanah negara. Ia mengingatkan bahwa penyewaan tanah negara untuk kepentingan pribadi merupakan pelanggaran terhadap peraturan perundang-undangan.
“Kalau memang tanah itu berstatus tanah negara, tidak boleh disewakan. Ini bisa masuk pelanggaran hukum karena menyewakan tanah yang bukan hak miliknya,” ujar Djoko.
Khotib dalam penjelasannya mengaku baru mengetahui status tanah tersebut setelah berjalan beberapa waktu. Ia menyewa tanah dari seseorang yang mengaku sebagai pemilik, namun belakangan diketahui bahwa sebagian area merupakan sempadan pantai yang masuk dalam kawasan larangan penguasaan privat.

Butuh Penataan Tanah Wisata

Kasus ini membuka kembali pentingnya perhatian terhadap legalitas pemanfaatan lahan di kawasan pesisir, terutama yang berkembang menjadi daerah wisata. Pemerintah Kabupaten Jepara dan Badan Pertanahan Nasional (BPN) diminta untuk melakukan audit dan pendataan ulang atas status kepemilikan lahan di sepanjang Pantai Sikembu.
Langkah penataan dan sertifikasi legalitas menjadi penting agar pelaku UMKM di bidang pariwisata dapat menjalankan usahanya dengan kepastian hukum, sekaligus melindungi aset negara dari potensi penguasaan ilegal.
Selain audit, diperlukan juga sosialisasi kepada masyarakat tentang ketentuan pemanfaatan sempadan pantai serta penguatan koordinasi lintas dinas dalam mengelola kawasan wisata yang rawan konflik lahan.

Penyelesaian Damai Jadi Teladan

Sengketa Gendis Cafe menjadi contoh penyelesaian konflik agraria secara damai melalui musyawarah, tanpa menempuh jalur konfrontatif. Langkah ini mendapat apresiasi dari warga, tokoh masyarakat, serta aparat desa yang hadir.
Dengan penyelesaian yang kondusif ini, diharapkan wilayah wisata Pantai Sikembu dapat berkembang tanpa hambatan hukum dan konflik sosial, serta mampu mendukung pertumbuhan sektor UMKM dan pariwisata Kabupaten Jepara secara berkelanjutan.


Hasuma
×
Berita Terbaru Update